Nanti Senang

Tenang, senangnya nanti saja setelah menang

Kamis, 31 Juli 2014

Puisi C isi 4

Kau tak balas
Terpikir dirimu, lalu kupastikan
Mengirim kata mengandung tanya
Menunggu, berharap jawab terbaik
Lama, lalu heran kenapa
Kini tak tahu harus bagaimana
Juga bagaimana kabarmu disana
Bahkan aku tak tahu disana itu dimana
Tapi kini kau disini, dibayangku

Kamu inspirasi
Lalu kosong, pikirku mentok
Hei kamu! Bisakah kamu jadi inspirasi?
Ku yakin kamu bisa, yang paling bisa
Tak bisakah aku usaha
Yang hasilnya pertemuan kita
Tidak ada kau kini, romantisnya si dia
Si dia yang terangi warna menuju mata
Butaku ini tak boleh berkelanjutan
Atau si dia yang memberi ide tanpa suara
Apakah itu suara yang tak lewat telinga?
Aneh, unik, yang kusuka darimu
Hadirmu saja cukup
Senyummu saja untuk habiskan inginku
Dimana kau kini?
Rinduku memanggilmu

Diam
Kesalahanku adalah diam
Diamlah yang tersalah
Dan bodohnya aku
Sikap diam saat bahagiaku didepanku
Hanya harus menggapai
Tak susah, tak menakutkan
Tapi aku takut, walau sedikit
Kau tempat yang terlalu berharga
Untuk kesalahanku waktu itu
Pikirku, waktu itu

Mana kamu
Kamu tak sempurna
Mungkin belum sempurna
Ada satu kekuranganmu
Yang dimiliki bulan dan bintang
Bukan, bukan sinar mereka lebih terang
Bukan juga karena rasi indah mereka
Ini tentang letaknya
Tak apa mereka lebih jauh darimu

Asal bisa kusapa setiap malam aku senang

Puisi isi 5

Sawah Garut Pagi
Aku menyepi lagi
Disini suhu menyakiti
Dimana tangkai-tangkai geraknya bersama
Disaat petani-petani belum datang
Disaat bintang pelit bersinar
Juga saat terlihat kapas tipis diatas
Latar bumi perlahan berubah
Terkadang butuh banyak warna
Demi nikmatnya mata manusia
Adapun bayangan gagah menghalangi
Yang paling gagah berdiri sendiri
Diatas awan dan disebut Cikuray

Lebaran 14
Darah daging ikatan kami
Bersatu dalam satu ruang, satu waktu
Keluar semua rindu mungkin setahun
Ujung jari meminta ampun
Agar ruhnya bersih, lalu hilangkan salah
Kebersamaan sesaat yang hangat
Selesai sepulang semua
Kembali lewati yang sama
Untuk kembali hidupi rutinitas

Langit
Lukisan tuhan tak terbatas
Dengan kanvas bentuk khusus
Agar terlihat dari semua
Warna sederhana tapi menawan
Kenikmatan dari kebebasan
Kadang bersuara nada marahnya
Bersama hitamnya berkumpulan
Halangi produk mentari yang menangis
Tangisan deras lewati awan menuju bumi
Juga kadang manusia mencampuri
Warna-warni yang berlebihan
Serta bising mengganggu sekejap
Rusakkan dengan sampah gasnya
Membuat bintang malu tunjukan sinarnya
Sepi adalah waktu pertunjukannya
Titik-titik terang berdekatan berjauhan
Memberi arti, terkadang

Pagi mendung
Pagi pagi penuh inspirasi
Mungkin mimpi mimpi belum pergi
Cahaya tak pasti memasuki
Dia pemeran utama galaksi ini
Katanya diam, menurutku juga begitu
Kabut masih menjadi kabut
Embunnya segarkan yang mengantuk
Langit abu tak menentu
Nyamannya pagi seperti ini

Tersesat
Asik mungkin serupa dengan asing
Rasa entahlah yang nyaman
Nyaman diluar kandang ternyaman
Bermacam adaptasi untuk tetap pergi
Mencari jalan ke diri sendiri
Yang berharga yang susah dicari
Benarkah?

TERSESATLAH

Jumat, 18 Juli 2014

Puisi isi 6

Tikus
Bermodal niat dan berani
Menyebrang dan tergilas
Hilang jiwanya dan diabaikan
Dia bisa hancurkan rumahmu
Tapi tak seperti kau bunuh dia
Tak bisa kau salahkan dia
Kau salah, susah menyadarinya
Susah mengakuinya
Hingga rata

Menyebalkan
Aku adalah orang baik
Juga kamu, harapku
Nyatanya? Iya
Sebabnya? Baik ku

Nganggur
Sungguh tidak produktif
Aku yang berada di kota sibuk
Bangun lalu bingung
Bingung sebelum tidur
Bingung tentang hasil
Hasil 24 jam dikurang tidur
Seperti kepompong terkeras


Bandung Pagi
Lalu matahari berusaha
Berusaha terlihat bandung
Tangan dipedal kepala dilindungi
Tak jelas, hanya saja warnanya putih
Asapkah? Kuharap kabut
Agar waktu mundur
Hingga hidung tahu

Bandung Pagi Cerah
Mulai lagi
Berganti warna lagi
Semakin cerah semakin cerah
Tapi sejuk, sepi, tenang, nyaman
Selamat pagi kamu
Iyah kamu bandung
Yang diam diam kuintip dari helm
Yang kemana mana gunung
Yang saat itu gunungnya bukan bayangan
Indah seribu hijau yang mengecil
Semakin keatas semakin kecil
Sepasang di utara, mayoritas di selatan
Jadinya aku melambat




Pa Erlan
Luar biasa
Kesan kepada beliau
Kami yang meminta gula
Dia berikan kue termanis
Lebih lagi pelengkap dan hiasannya
Yang tak manis, tapi tambah sedap
Dengan berbeda jadi terbaik
Butuh kain yang menyerap keringat
Agar kami bisa

Kami bisa, namun tak bisa balas

Puisi C isi 3

Payung
Sedia payung sebelum hujan
Meski tak ada awan
Agar bila kejadian
Payungku dan akulah
Satu satunya pelindungmu

Tak Jantan
Wanita dilihat pria didengar
Dan aku tak biasa katanya
Senyumnya katanya
Saat dia ingin tahu
Mulutku sombong
Lihatlah aku
Priakah? Wanitakah?

Canggung
Payahnya aku
Tak berdaya hanya punyaku
Waktu itu yang kunantikan
Harapanku terkabulkan
Dengan cara yang membingungkan
Kepalaku terpaksa bekerja keras
Hingga macet disana

Tak nampak hasilnya

Sabtu, 05 Juli 2014

Tentang Ini

                Bacalah! Kalau kau mau tahu bacalah. Aku kan bercerita tentang yang menghampiri kepala menyebabkan menggerakan jari. Ini adalah hasil dari pekerjaan di waktu senggang.  Kau akan protes, itu hak mu sebagai mahkluk hidup, lakukanlah sendiri saat aku tak mau mendengarkan agar tak berakibat. Sambil mendengarnya, dia adalah alat elektronik yang bisa memutarkan lagu. Inilah....

                Diam... aku terdiam sendiri disini, memikirkan yang diinginkan dan caranya kesana. Terdengar kicauan burung diluar. Aku tak merasa dipanggil, tapi aku melakukan yang biasa orang dipanggil lakukan. Ku hampiri, mereka merubah letak mereka dengan cepat ke arah awan. Tidak, aku juga tidak merasa dijauhi. Tapi kulakukan hal yang biasa orang dijauhi temannya. Murung, bersedih tanpa alasan. Iri pada burung yang seenaknya kemana saja.
                Tahukah kau yang mereka inginkan?  Yang mereka butuhkan. Iya, binatang memang seperti itu. Berbeda denganmu yang keinginannya tak habis habis. Bisakah mereka merasa senang seperti  spesiesmu? Kau tak mau jawab? Biarlah, biar aku yang sok tahu yang menjawab. Merpati atau Dara sebenarnya beda, tapi kita anggap saja sama. Tak pernah mendua. Tak seperti bang Toyib. Romantis bila diperhatikan. Senangkah kau bila menjadi pelakunya? Aku tak tahu. Tapi dia yang cantik senang katanya kalau merasakannya.
                Ah. Apakah mereka hidup untuk merasa senang seperti kamu, aku, dan kaka adikmu? Kalau kau mau tahu, belajarlah. Kini Angsa. Yang kubahas kini angsa. Yang katanya mereka setia. Yang katanya hidupnya senang bila bersama pasangannya. Yang akan murung bila pasangannya sudah tak mungkin ditemukan dalam keadaan hidup. Mereka akan mati, pasangan mereka habis, kesenangan mereka habis.
                Kesenangan. Bahagia. Kesenangan dan bahagia. Apakah berbeda? Kuanggap sama, jadinya tidak menjadi masalah. Sederhana, katanya cukup dengan melakukan yang ingin kau lakukan. Kutambah dengan syarat kau tak boleh menyesalinya. Kau juga mau menambahkan? Atau membantah? Terserah,  lakukanlah selagi bisa, demi kamu, demi membuatmu merasa senang juga.
                Berpikirlah sekarang, apa yang ingin kau lakukan? Mulai, dimulailah kegiatan olehmu. Kegiatan abstrak. Diam, tapi sebenarnya kau diam. Memang benar diam, ditambah berpikir. Itulah kegiatanmu tadi. Membayangkan macam-macam keadaan dimana kau sebagai pelaku utamanya. Ada ingin merasakannya dengan indranya. Mereka berusaha.
                Aku hanya bisa tertawa. Aku ingin cepat merasakannya. Tapi, setelah dirasakan malah menyesal karena ini terlalu cepat selesai. Terlihatlah di khayalan keinginan yang lainnya. Seperti itu terus sampai tak bisa berkhayal. Tak usah memikirkan keadaan itu. Sekarang, saat ini, saat sebelum aku melakukan hal selanjutnya. Mencoba untuk menemukan rasa baru. Rasa senangkah itu? Bila kulanjutkan yang kulakukan ini, benarlah jawabanmu bila kau menjawab iya.

                Masih ingin kulakukan ini, tapi kini malas menghampiri. Aku mengusirnya. Entahlah kini bukan karena malas. Ini awal, orang suka bilang begitu. Semoga berkelanjutan, semoga kau menanti kelanjutannya.