Nanti Senang

Tenang, senangnya nanti saja setelah menang

Sabtu, 13 Desember 2014

Kejadian Pemberian

Kejadian Pemberian
                Masih ingatkah aku saat itu? Sulit sekali tuk berpikir dan mudah sekali untuk diingat. Ketika langkah-langkah yang ku lakukan menjadikan gempa untuk Bandung dan sekitarku. Dan langit seindah apapun tak akan kuperhatikan karena malu masih mengharamkan menengadah. Juga terasa seperti konser tunggal, dimana suaramu sebagai satu-satunya melodi yang kudengar dan yang lainnya hanya alat-alat untuk perkusi. Seistimewa itukah tuan putri yang satu ini? Kukira lebih.
                Kejadian ini bertemakan pemberian, diperankan suatu hadiah yang berkelana dari satu pria yang mengidap penyakit keresahan karena memiliki hadiah itu menuju sang gadis tujuan hadiah itu, juga tujuan pria itu. Tidak banyak cerita didalamnya, hanya rasa-rasa yang timbul dan tidak, labilnya luar biasa. Protagonis dan antagonisnya ada dalam pria itu, antara terus maju dan mundurnya ada dalam pria itu. Antara happy ending dan sad endingnya ada dalam pria itu. Sungguh pria itu sudah seperti Tuhan saja bagi dirinya sendiri, dikala dirinya merasa sangat lemah.
                Bilamana aku adalah tawanan yang memiliki informasi penting, penghargaan akan kuraih ketika aku pulang kembali dengan tubuh sisa tersiksa. Beberapa kata seperti tersesat dalam aura itu. Hangatmu itu mampu membakar setengah kamusku. Demi melindungi kata-kata penting, batin ini berani menyiksa diri sendiri. Mungkin inilah yang disebut malu atau tidak berani.
                Tapi para penonton yang kupaksa menonton sudah memaksaku melakukan atraksi. Mulailah aku menciptakan kejadian ini. Dan mulailah untuk memikirkan atraksi selanjutnya yang kegagalannya dikarenakan tidak lebih hebat dari atraksi sebelumnya. Aku ingat, kritik para penonton adalah menambahkan yang kurang. Mengeluarkan dialog yang baru, yang maju, yang berkembang, yang dalam.
                Kuakhiri kejadian ini, saat itu aku menjadi manusia munafik yang menghindari tuduhan ”manusia memang tak pernah puas”. Siapa coba yang menggerakan tubuh ini agar menjauh darinya? Aku rasa bukan aku, tapi itulah aku. Ini semacam membohongi diri sendiri, lalu memantul menjadi membohongi semua orang yang menjadi saksi. Dan pada akhirnya semua penonton akan tidak puas. Mereka semua demo, dan akulah pemimpinnya. Karena aku yang paling merasa tidak puas, bila aku jujur.

14 desember 2014

Tidak ada komentar:

Posting Komentar